Memahami dan Menjalani Hidup

August 29, 2009 at 22:39 (Development Program, Survival) (, )

=======================================================================

Mencoba memahami dan ataupun menjalani kehidupan tidaklah pernah mudah.

Puluhan filsuf sejak dahulu mencoba memahaminya dengan cara memberikan definisi mengenai arti kehidupan dalam bermacam cara yang mereka bisa ungkapkan. Mungkin sama, mungkin juga berbeda. Dan tidak hanya para filsuf, saya yakin masing-masing dari Anda juga memiliki pandangan-pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan pengertian tentang hidup.

Perbedaan-perbedaan tersebut sebenarnya (kalau boleh saya katakan), tidak ada yang salah. Semuanya bisa jadi benar, dan bisa jadi juga, kesemuanya saling berbeda dan bahkan bertolak belakang 180 derajat. Kenapa bisa begitu? Jawabannya adalah karena (sayangnya) pendefinisian kita ataupun filsuf-filsuf tersebut tentang arti kehidupan ini sangat subjektif bukannya objektif.

Pendefinisian tersebut sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupan. Mereka yang sedang jatuh cinta, mereka yang dirudung kesedihan, mereka yang mengalami kesusahan hidup, mereka yang dekat dengan Tuhan, kesemuanya akan memberikan definisi-definisi yang berkaitan dengan apa yang mereka alami dalam hidup.

Hal tersebut (perbedaan pengalaman hidup tadi) kalau boleh saya simpulkan telah membuat kita untuk tidak mungkin memberikan definisi yang objektif mengenai kehidupan. Dan kalaupun bisa, tidak akan mudah dalam memahami kehidupan itu.

Khalayak umum pun mulai menyadari akan hal itu, sehingga muncul ungkapan lain (kebanyakan dari penganut faham realisme): ”Jangan terlalu repot memikirkan dan mencoba memahami tentang kehidupan, yang penting menjalaninya”

Hmmm, pertanyaannya adalah: “Apakah lebih mudah menjalani kehidupan daripada memahaminya?”

Untuk mereka yang hidup di kalangan menengah ke atas, tanpa terlalu banyak beban hidup, dan juga sedikit permasalahan kehidupan, mungkin menjalani kehidupan tidak akan terlalu susah untuk dijalani. Mungkin ada satu dua percikan masalah, tapi tidak akan terlalu susah untuk dijalani dan diselesaikan.

Hmm, (untuk Anda yang merasa termasuk di golongan yang saya sebutkan :p) jangan marah dulu. Saya juga yakin bahwa setiap manusia memiliki cobaannya masing-masing, sehingga kesulitan hidup yang lain bisa jadi Anda alami, dan belum tentu itu mudah bagi Anda.

Kesimpulan awal? Hidup tidaklah mudah, baik untuk dipahami maupun untuk dijalani. Dan mereka yang tidak berhasil dalam memahami dan menjalani hidup itu juga tidak sedikit, yang akhirnya memilih untuk menyerah dan meninggalkan kehidupan itu.

Tulisan ini dibuat ketika saya juga mengalami detik-detik menyerah tersebut. Sekilas jika Anda mengenal saya secara pribadi, Anda akan tahu bahwa saya seorang yang cukup optimis dalam menghadapi hidup, seseorang yang cukup menjalani kenikmatan hidup dalam impian-impian yang telah saya raih, seseorang yang tidak akan gampang menyerah dalam menghadapi hidup, tetapi juga akan menginspirasi orang-orang di dekat saya untuk tidak menyerah juga. But finally, I found my weaknesses. A weakness that I never thought it would come for the second time in my life and many times again and again. “I’ve chased my dream, I’ve lived my dream, but now I’ve faced my worst nightmare

Saat pertama kali saya menghadapinya beberapa tahun silam (kurang lebih 6-7 tahun yang lalu), rasa menyerah itu telah membuat pandangan saya kosong (numb) selama beberapa saat, dan bahkan karena itu, saya terpaksa menghadapi suatu kecelakaan motor hebat yang hampir merenggut nyawa saya.

Saya terpeleset dengan motor saya dalam kecepatan 100 km/jam, helm standard saya (helm cakil istilahnya waktu itu) terbentur tiang beton dan terlepas dari kepala saya. Saya masih terseret dengan motor saya, sampai motor saya membentur tiang beton yang lain, dan sayapun masih terseret sesudahnya. Dan akhirnya (proses terseretnya saya :p) terhenti ketika dada saya terbentur tiang beton yang lain lagi. Saya kehilangan nafas beberapa saat setelah itu. Dan ketika saya tersadar, penduduk sekitar memberikan saya air putih yang saya tidak langsung minum saat itu, karena otak saya terlalu kreatif :p. Saya teringat film Andy Lau saat itu, dimana dia juga jatuh kecelakaan dan dia sehat-sehat saja, tapi setelah minum soft drink dalam kaleng yang membuat dia jatuh, dia muntah darah dan mati 😀 jadi saya mikir lama banget sebelum saya minum :p (kasihan penduduk itu, karena dia tetap meminta saya minum biar tenang :p)

Dan seperti yang saya bilang tadi, I never thought that nightmare could happen again and again and again. Dan dalam masa-masa ini, kembali saya mempertanyakan dan mencoba memahami tentang arti kehidupan, dan bagaimana saya bisa menjalani dan melanjutkan kehidupan saya.

Tapi, dua hal yang saya ingin mencoba berbagi ke Anda.

Satu, kutipan seorang profesor di kampus lama saya, seorang Profesor J.E. Sahetapy: ”Make a life, not just a living” yang saya coba artikan secara bebas dalam artian saya, ”Jangan terlalu banyak memikirkan arti kehidupan bagi Anda sendiri, jangan berhenti dalam mencari kehidupan dan menghidupi diri sendiri, tapi berikanlah (dalam hidup Anda) kehidupan buat orang lain dan sekitar Anda. Karena ketika Anda hanya hidup untuk diri Anda sendiri dan tidak memberikan arti buat orang lain, maka hidup Anda akan sia-sia. Mungkin sukses bagi Anda, tapi akan sia-sia buat dunia. Dan jika dunia tidak membutuhkan Anda, Anda bukan apa-apa.

Hal kedua yang ingin saya bagikan adalah salah satu yang saya pelajari dari Ayah saya. Seorang yang mungkin tidak terlalu dekat bagi saya karena kemandirian saya, tapi sangat saya hormati. Pernah suatu saat dia cukup sakit (bukan sakit-sakit biasa, tapi sakit yang cukup mengganggu dan mengkhawatirkan bagi kami) dan butuh istirahat, dan saya serta Ibu saya menyuruh dia untuk istirahat. Tapi yang terjadi, dia malah jalan keluar, mengunjungi salah satu warga jemaat di gereja kami. Saya kemudian telpon dia, dan marah :p menanyakan kenapa sih dia tidak mau dan menurut untuk istirahat, padahal dia dalam kondisi sakit, kalau ada apa-apa kan bahaya. Dan dia menjawab karena orang yang dikunjunginya mengalami kesusahan lebih daripada sakit yang ayah saya alami. Dan ayah saya memilih untuk menjenguk, memberikan nasihat, dan menguatkan orang ini, daripada beristirahat dan menyembuhkan sakitnya.

Apa yang dia lakukan mungkin bisa menjawab dengan kutipan yang dulu sempat saya buat: “You can learn to motivate others, you can even become a great motivator, but to motivate yourself is never an easy thing to do”. Begitu juga ketika saya atau motivator lain mengalami kesusahan, untuk bangkit sendiri itu susah. Dan salah satu cara untuk bangkit adalah dengan cara memotivasi dan menolong orang lain yang lebih membutuhkan, walaupun masalah kita sendiri tidak ada jalan keluarnya.

Saya tidak mengakhiri tulisan ini dengan memberikan arti dan ataupun mengajari Anda bagaimana cara menjalani kehidupan. Tapi saya harap, dua sharing saya diatas semoga membantu Anda dalam memahami dan menjalani kehidupan Anda.

Saya tambahkan kutipan terakhir dari Soren Kierkegaard, seorang filsuf Denmark yang hidup di awal abad ke 18: “Hidup hanya bisa dipahami bila kita melihat ke belakang, dan hanya bisa dijalani bila kita melihat ke depan”

=======================================================================

Permalink 9 Comments

Time heal

August 24, 2009 at 23:44 (Survival) ()

Some said, TIME heal..

If you got a deadly disease when nothing can cures.. Or you got some big problems going around your mind, and nothing can seems to solve it.. Then the solution would be “let TIME heal you”

But can TIME really heal??

As a lyrics found in one of the greatest song by George Michael, Careless Whisper: TIME can never mend.. And yes, TIME do never mend..

So if it cannot heal, what does TIME do??

As in my free opinion: “TIME can only camouflage things we do not want or refuse to see nor remember.. It helps us to forget.. It helps us to move on.. It helps us see and experience many other things we choose to see and experienced.. But it cannot wipe the pain that might hurt us so much..”

The pain is still in there.. The pain is still a pain..

It need more than TIME to heal.. It need more.. It need..

(inspired while watching The Proposal – 23.08.09)

Permalink 1 Comment

Time

August 24, 2009 at 23:27 (Cool Quote) ()

=======================================================================

TIME is too slow for those who wait, too swift for those who fear, too long for those who grieve, too short for those who rejoice, but for those who love, time is eternity..

=======================================================================

Permalink Leave a Comment

Kemerdekaan

August 16, 2009 at 17:33 (Cool Quote, Indo View) (, )

=======================================================================

“Kapan terakhir kali kau kepalkan tangan sekuat tenaga, dan pekikkan MERDEKA sepenuh jiwa?”

“Kemerdekaan bukanlah kisah masa lalu, kemerdekaan adalah semangat masa kini, dan mercusuar penentu arah masa depan negeri kita tercinta”

PT. Gudang Garam, Kompas 16.08.09

=======================================================================

Permalink Leave a Comment

64 Tahun Indonesia

August 16, 2009 at 17:08 (Indo View) ()

=======================================================================

Ada pantun yang bunyinya: “berakit-rakit kita ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit kita dahulu, bersenang-senang kemudian”. Ini adalah dialektik sesuatu bangsa yang ingin menjadi bangsa yang besar.

Kemarin aku baca Ramayana saudara-saudara. Ramayana. Di dalam kitab Ramayana itu ada disebut satu negeri, namanya negeri Utara Kuru. Utara Kuru yaitu artinya lor-nya negara Kuru. Kuru yaitu Kurawa.

Utara Kuru disebutkan di dalam kitab Ramayana itu bahwa di negeri Utara Kuru itu nggak ada panas yang terlalu, nggak ada dingin yang terlalu, nggak ada manis yang terlalu, nggak ada pahit yang terlalu, segalanya itu tenang, tenang, tenang, ora ana panas ora ana adhem, tidak ada gelap tidak ada terang yang cemerlang. Adhem tentrem kadya siniram banyu wayu sewindu lawase.

Di dalam kitab Ramayana itu sudah dikatakan, hem… negeri yang begini tidak bisa menjadi negeri yang besar, sebab tidak ada oh… up and down, up and down perjuangan tidak ada, semuanya itu adhem tentrem, senang, senang, senang pun tidak terlalu senang, tidak terlalu sedih, sudahlah tenang, tenang, tenang Utara Kuru.

Apa engkau ingin menjadi satu bangsa yang demikian saudara-saudara. Tidak, kita tidak ingin menjadi satu bangsa yang demikian. Kita ingin menjadi satu bangsa yang yang seperti tiap hari digembleng oleh keadaan, digembleng hampir hancur lebur bangun kembali, digembleng hampir hancur lebur bangun kembali, hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi satu bangsa yang benar-benar bangsa otot kawat balung wesi.

-Bung Karno, 1963-

Akhir-akhir ini, banyak dari rakyat Indonesia mulai kehilangan arti nasionalisme dan rasa memiliki dari negara ini. Rasa simpati dan empati tidak hanya sudah hilang, tapi malah digantikan rasa benci dan malu mengakui diri sendiri sebagai bagian dari Indonesia. Korupsi yang merajalela, politik dan politikus yang tak lagi membela kepentingan negara, tragedi 98, permusuhan dan pelecehan antar suku, serta banyaknya aksi terorisme, telah membuat suatu pandangan umum dari masyarakat, bahwa ”Indonesia sudah memalukanku”, ataupun ”Aku tidak benci Indonesia, aku hanya benci orang-orang yang ada didalamnya”

Arti proklamasi dan kemerdekaan pun mulai terkikis oleh rasa benci dan malu itu. Pertanyaan yang ada bukanlah lagi ”Apa yang bisa kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan?” tetapi mulai berubah menjadi ”Apakah arti kemerdekaan? Ketika kemiskinan dan kemunduran bangsa ada dimana-mana?”

Tapi benarkah itu semua? Benarkah bangsa kita dengan bertambah umur, menjadi lebih mundur? Benarkah tidak ada lagi yang bisa dibanggakan dari bangsa kita? Benarkah kita malu mengakui ke-Indonesia-an kita?

Jawaban saya adalah IYA dan TIDAK.

IYA, karena memang benar bangsa kita saat ini sedang dalam kemunduran. IYA, memang benar banyak aksi terorisme dan pelecehan antar suku. IYA memang benar politik kita kebanyakan busuk.

Tapi, jikalau kita harus malu atas semua itu, tidak mengakui dan bahkan mencoba menjual kewarganegaraan kita, jawaban saya adalah TIDAK.

Karena seperti yang tertuang dalam kutipan pidato Bung Karno di atas, segala sesuatu memang harus terjadi dalam membentuk bangsa kita menjadi bangsa yang lebih besar, menjadi bangsa yang harus melewati up and down perjuangan. Dan dalam melewati up and down perjalanan bangsa kita itu, janganlah kita malu dan hanya bisa mengecam serta mengutuknya, tapi berusahalah sebisa kita untuk merubah dan memperbaikinya.

Saya rasa, kondisi down bangsa kita saat ini (korupsi, terorisme, politikus busuk, dan ketidak bersatunya suku-suku) tidaklah separah apa yang negara-negara besar lainnya alami dalam perjalanan bangsa mereka. Saya akan berikan beberapa contoh berikut:

Amerika, merdeka pada 1776, saat ini memang menjadi suatu bangsa yang besar, menjadi panutan dunia, tapi ingatkah anda, bahwa Amerika pernah menjadi pembunuh terbesar dalam sejarah dunia? Hiroshima dan Nagasaki menjadi korban kedigdayaan Amerika saat itu? Tidakkah malu bangsa Amerika saat itu? Membunuh sesama manusia? Perang Vietnam telah membuat Amerika melepaskan dan mengikhlasan nyawa jutaan prajuritnya dalam lembah Vietnam tanpa hasil yang berarti. Dan bahkan jikalau itu semua belum cukup jadi bukti kemunduran nilai Amerika bagi Anda, perang saudara yang terjadi pada 1861-1865 (ketika Amerika berusia 85 tahun) telah memakan korban jutaan manusia juga. Perang yang terjadi antara sesama warga Amerika.

Jerman, negara yang menjadi tumpuan akademis dunia saat ini. Ilmu-ilmu yang berkembang disana begitu hebat, tapi tentu Anda belum bisa melupakan sejarah kelam NAZI dan Hitler yang membunuh dalam kekejamannya.

Inggris, negara yang tidak pernah dijajah, tapi menjajah puluhan negara dan entah berapa korban jiwa selama penjajahan itu. Tidak tercatat sanksi dunia kepadanya atas penjajahan mereka.

China, negara yang saat ini maju pesat perekonomiannya, bahkan dalam kondisi krisis saat ini, pada 1989 pun pernah mencatat sejarah kelam. Lapangan Tiananmen menjadi saksinya. Ribuan warga sipil dan mahasiswa dibunuh dengan sadis sebagai contoh bagi mereka yang menentang pemerintah.

Malukah warga Amerika, Jerman, Inggris dan China saat itu, ataupun saat ini, atas sejarah kelam itu? YA, saya yakin itu. Tapi mereka TIDAK GIVE UP atas negaranya. Mereka tidak abandon negaranya. Ungkapan-ungkapan “Right or Wrong is my Country” yang pertama dicetuskan oleh Inggris, diamini oleh warga-warga negara mereka. Bahwa ketika negara kita jatuh dan menjadi buruk perilakunya, bukanlah saat dimana kita harus malu serta meninggalkannya, tetapi saatnya kita membantu untuk memperbaikinya.

Karena semua proses up and down inilah yang nantinya akan membentuk bangsa kita menjadi lebih baik, lebih besar, dan lebih bersatu.

Demi Negara KESATUAN Republik Indonesia.

16 Agustus 2009

=======================================================================

Permalink 1 Comment

Motivation

August 14, 2009 at 12:32 (Cool Quote, Sociable Concept) (, )

You can learn how to motivate people,

You can also be a great motivator,

But, to motivate urself, is never an easy thing to do..

 

Radita Sonix (14.08.09)

Permalink Leave a Comment

Intriguing

August 11, 2009 at 17:22 (Cool Quote, Survival) (, )

Death looks so charming these days..

 

Radita Sonix (11.08.09)

(written in an British accent)

Permalink Leave a Comment

Logika vs Perasaan

August 11, 2009 at 12:41 (Development Program, Survival) (, )

=======================================================================

Kalau anda pernah membaca buku-buku yang membandingkan psikologi pria dan wanita, seperti: Man are from Mars, Woman are from Venus atau Why Man don’t listen and woman cant read maps, anda akan kurang lebih bisa menyimpulkan dari buku-buku itu, bahwa salah satu hal mendasar yang menengarai perbedaan pria dengan wanita adalah penggunaan logika dan perasaan dalam setiap hal yang mereka alami.

Mostly (saya katakan mostly, daripada anda mendebat dan membuktikan saya salah), pria akan lebih sering berfikir dan bertindak dengan menggunakan logika yang ada, fakta-fakta yang ada dan jelas, serta mempertimbangkan semua kemungkinan-kemungkinan yang bisa muncul. Wanita sebaliknya, perasaan lebih diutamakan, kebenaran dan norma hakiki yang ada bisa jadi lebih dipilih dan mengesampingkan logika yang mungkin terbaik untuk dilaksanakan.

Pernah ada satu materi kepemimpinan yang saya pelajari, berjudul manajemen wacana, dan dari pelatihan ini, saya menyimpulkan (secara pribadi), bahwa ketika berbicara mengenai manajemen wacana, janganlah mempercayai siapapun (tidak peduli sedekat dan sepenting apapun orang lain tersebut), dan bahkan sebisa mungkin jangan juga mempercayai diri sendiri.

Kenapa terkadang kita tidak bisa mempercayai diri sendiri??
1. Karena (bahasa kerennya) What u’ve see is what u’ve get. Pikiran kita seringkali menggunakan input dari panca indra kita dalam menentukan sesuatu. Apa yang anda lihat, dengar, cium, dan rasakan (saya lewati penjilatannya :p) akan menentukan apa yang anda simpulkan di pikiran anda.
2. Karena ada kalanya anda sudah terhegemoni dengan pandangan-pandangan ataupun norma-norma dari keluarga/masyarakat di sekitar anda sejak anda kecil, sehingga hal-hal itu, prinsip-prinsip itu sudah menjadi suatu kebenaran hakiki buat anda, tanpa mengetahui asal mula dan sebab dari norma/pandangan tersebut.

Terus jikalau tidak seorangpun bisa kita percaya, dan kita juga tidak bisa mempercayai pengertian kita sendiri, terus bagaimana?

Saatnya me-manage wacana.

1. Kumpulkan semua wacana (entah benar atau tidak, entah fakta atau isu, entah dari kawan atau lawan).
2. Lihat dari semua sudut pandang yang memungkinkan, apapun permasalahannya (lihat dari sudut agama, politik, sejarah, ekonomi, dll) walaupun mungkin tidak berhubungan secara langsung. Saya ambil contoh, ketika Marthin Luther mulai menentang kekristenan pada masanya (secara agama dia memang terlihat menyalahi norma agama yang berlaku), tapi jika kita lihat dari sejarah (dan sudah terbuktikan) maka saat itu memang cukup salah pandangan kristen yang berlaku (penjualan surat penghapusan dosa, dll)
3. Tarik garis yang mungkin bisa terhubung dari wacana-wacana tersebut, dan putuskan apa yang menurut anda paling benar dan masuk akal.

Nah, karena saya pria, dan saya juga sudah belajar materi manajemen wacana tadi :p tentunya anda akan dengan mudah menyimpulkan bahwa saya adalah penganut logika. Apapun yang tidak sesuai dengan logika yang saya terima akan saya tolak. Prinsip ini adalah prinsip yang kurang lebih sama yang digunakan oleh motivator-motivator ataupun pendebat-pendebat dalam kehidupannya. Just follow the logic, and u’ll live (or win).

And it works, and it works. Tapi satu yang cukup saya bingungkan saat ini, bahwa ternyata ada juga permasalahan yang logika saja tidak cukup, perasaan harus diinvolvekan disana, dan bisa jadi hasil akhir dari perdebatan logika dan perasaan tadi, tidak hanya berbeda, tapi bisa bertentangan 180 derajat.

Then what??

Ini saatnya orang akan berbicara ke anda: Follow your instinct. Follow where your heart goes to. Let God speaks to you and lead you.

Eits, (tapi tenang dulu buat anda-anda yang mendalami tentang agama), anda pasti akan mendebat saya, let God decide through your heart. Karena akan cukup sulit bagi orang awam untuk membedakan apakah itu benar arahan dari Tuhan, ataukah hanya perasaan kita saja yang lebih didominasi rasa iba dan kasihan, rasa takut, rasa sungkan, dan rasa hormat ke seseorang?? Banyak faktor yang bisa mengganggu kemurnian dari insting ini.

Dan kalaupun semisal insting anda tadi murni (tidak dipengaruhi oleh beberapa hal yang saya sebutkan sebelumnya) apakah pikiran anda akan siap dan menerima dengan itu?? (dalam artian ketika insting dan perasaan anda bertentangan dengan hasil logika yang anda simpulkan di depan, can you let it go??)

Jujur. Saya belum tahu jawabannya. Dan ini akan kembali ke pribadi anda masing-masing.

Kesimpulan saya?? Selamat memilih dan menjalaninya (apapun pilihan itu).

=======================================================================

Permalink 2 Comments