71 Tahun Indonesia

August 17, 2016 at 00:00 (Development Program, Indo View) (, , , )

=====================================================================

Disclaimer:

  1. Artikel ini dibuat dengan senetral mungkin, tanpa ada afiliasi dengan pihak apapun baik secara politik maupun non politik
  2. Artikel ini dibuat tanpa tendensi tertentu yang mungkin secara tersirat dimaksudkan dalam artikel ini

=====================================================================

Related Topics:

@ 65 Tahun Indonesia

@ 64 Tahun Indonesia

@ Orasi 8 Juli 2009

=====================================================================

Its quite interesting beberapa hari ini menjelang hari peringatan kemerdekaan Indonesia, kita dihadapkan dalam 2 (dua) bahasan yang menarik dari segi kewarganegaraan Indonesia. Arcandra Tahar dan Gloria Natapradja, seorang Menteri dengan masa jabatan 20 hari dan juga seorang calon Paskibraka Nasional yang hanya beberapa hari sebelum melaksanakan tugasnya terpaksa digugurkan. Pastinya nama keduanya berikut cerita yang berkembang tentang mereka telah Anda ikuti sepanjang minggu ini.

Keduanya dianggap memiliki kewarganegaraan ganda, baik dikarenakan pilihan, maupun tidak.

Terlepas dari segala pro dan kontra yang ada, terlepas dari segala informasi yang berkembang, terlepas dari siapa ataupun apa yang benar dan salah, bisa dipastikan bahwa memang seorang Arcandra Tahar memiliki 2 (dua) kewarganegaraan, WNI sebagaimana dia dilahirkan, dan WN Amerika Serikat (terlepas apapun alasannya). Kepemilikan kewarganegaraan ganda ini, sebagaimana menurut UU kita, sayangnya tidak diperbolehkan. Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak menganut dwi-kewarganegaraan, sehingga tidak seperti beberapa negara yang lain, sebagai warga negara, kita tidak diperbolehkan menjadi warga negara lain. (sebagai catatan ada beberapa negara yang mengijinkan dwi-kewarganegaraan, sebagaimana kolega saya yang menjadi WN Italia, lahir di Itali, dan juga WN Amerika Serikat, karena sekarang beliau tinggal dan bekerja disana).

Dengan dalil itulah, maka ketika seorang Arcandra sempat memiliki kewarganegaraan lain, hal itu sejatinya tidak dilarang oleh UU, akan tetapi secara spontan, kewarganegaraan Indonesia beliau hangus. UU tidak melarang setiap warga negaranya beralih kewarganegaraan, UU hanya tidak mengijinkan kewarganegaraan ganda. Dalam arti lain, Negara Kesatuan Republik Indonesia menyatakan “If you wanna be Indonesian citizen, then be Indonesian citizen only. If you wanna be other nation citizen, then you cannot be Indonesian citizens.” Jika Anda ingin menjadi WNI, ya jadilah WNI saja. Jika Anda ingin menjadi WN negara lain, maka Anda tidak bisa menjadi WNI.

Apakah seorang Arcandra melakukan kesalahan memilih kewarganegaraan lain? Tidak. Itu adalah hak beliau, hak yang beliau juga dapatkan dikarenakan Indonesia telah MERDEKA. Akan tetapi sama seperti hak dan pilihan apapun yang kita buat, semuanya memiliki konsekuensi yang harus diterima.

Gloria Natapradja, malah sebaliknya. Sejatinya karena dia belum 18 tahun, maka menurut UU dia diijinkan memiliki kewarganegaraan ganda, baik dari sisi tempat kelahiran, dan juga dari sisi keturunan. Terlepas keputusannya memiliki passport negara lain alih-alih Indonesia, mungkin bukanlah keputusan kritis saat itu, mungkin hanya agar bisa keluar negeri, mungkin hanya agar mudah tidak perlu mengurus visa Eropa. Tapi sampai dengan umur 18, memang seharusnya dia berhak atas dwi-kewarganegaraan. Jika semisal kepemilikan paspor asingnya dipermasalahkan sebagai syarat, itu adalah hal yang lain, yang tidak akan kita bahas.

Dua kisah diatas, kembali sesuai disclaimer, tidak diceritakan untuk mencari kebenaran ataupun kesalahan kedua tokoh tersebut, tapi hanya sebagai dasar pemikiran.

=====================================================================

Dunia sudah berkembang dengan pesatnya, tanpa disadari, tidak hanya tenaga kasar yang negara kita telah ekspor, tetapi banyak tunas-tunas muda bangsa yang telah diperhitungkan kemampuannya oleh negara lain. Banyak pemuda-pemudi yang terlepas pilihan ataupun jalan kehidupan telah menemukan suatu pekerjaan dimana mereka bisa mencari nafkah, memenuhi kehidupan mereka dan keluarga, yang sayangnya mereka temukan di negara lain, bukan Indonesia.

Apakah salah Indonesia? Belum tentu. Kenapa? Karena memang belum tentu negara tidak menyediakan lapangan kerja tersebut. Memang lapangan kerja kita seolah-olah terbatas, memang pengangguran kita seolah-olah banyak, tapi seringkali lowongan pun banyak, hanya saja perusahaan-perusahaan tersebut tidak mendapatkan kandidat yang tepat untuk mengisinya, dan para pencari kerja pun tidak tepat kualifikasinya. Para pekerjapun begitu, bukan mereka tidak mau bekerja di Indonesia, tapi memang jikalau ada tawaran yang menarik, yang notabene memberikan penghasilan lebih, walaupun di luar Indonesia, kenapa tidak? Rumput tetangga selalu lebih hijau, dan manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas. Jika ada kesempatan, kenapa tidak diambil? Sehingga berkaca dari kedua hal tersebut, tidak ada yang salah ketika seorang warga negara Indonesia mencari nafkah dan hidup di negara luar Indonesia.

Hal yang harus menjadi renungan dan pilihan adalah, kewarganegaraan. Kewarganegaraan, sebagaimana dibahas di awal, juga merupakan Hak dan Pilihan setiap warga negara, negara tidak pernah memaksakan kita untuk menjadi warga negaranya. Itu adalah hak dan pilihan yang kita miliki, terutama dikarenakan kita sudah MERDEKA. Kita bebas memilih kewarganegaraan. Akan tetapi, tetap harus disadari, setiap Hak dan Pilihan yang kita ambil, tidak pernah tanpa konsekuensi. Konsekuensi itulah yang harus dipahami dan dijalankan ketika pilihan sudah diambil. The choice is yours to choose, but it came with a consequences. Memang akan banyak kemudahan yang didapatkan jika bekerja di negara lain, dan memiliki kewarganegaraan tersebut, tapi harus diingat konsekuensi lain pun ada.

Apakah ingin tetap sebagai warga negara Indonesia, atau ingin menjadi WN lain.

=====================================================================

Menjelang peringatan kemerdekaan, tidak pernah sepi rasanya banyak media-media, atau bahkan akun akun pribadi media sosial yang membahas mengenai KEMERDEKAAN. Sudahkah kita merdeka? Apa itu merdeka? Dan seringkali jawabannya pun selalu sama, klise, belum. Kita belum merdeka, masih banyak kemiskinan, masih banyak pengangguran, masih banyak korupsi, dan atau seperti disampaikan di media akhir-akhir ini, belum merdeka dari waktu (memiliki kebebasan waktu).

Akan tetapi ketika semisal anda menjawab hal yang sama, apakah sejatinya anda menjawab pertanyaan sudah merdeka-kah Anda, atau anda menjawab sudah hidup nyaman dan megah-kah Anda?

Karena kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan kebebasan waktu atau apapun itu yang Anda gunakan sebagai alasan, bukanlah suatu definisi yang tepat mengenai kemerdekaan. Negara-negara yang telah merayakan ratusan tahun kemerdekaan pun, ataupun negara yang tidak pernah mengalami penjajahan negara lain pun, masih memiliki kemiskinan, masih memiliki pengangguran, masih memiliki tindak korupsi, masih ada kekangan hak menyatakan pendapat, dan bahkan masih ada yang hidup di bawah diktatorisme penguasa.

Jika memang definisi itu yang dipakai untuk mendefinisikan kemerdekaan, sampai ratusan tahun pun, bahkan semisal kita tidak dijajah kolonialisme, kita akan menganggap diri kita tidak merdeka. Sebelum kita dijajah pun, petani kita tidak selalu mendapatkan panen yang berlimpah ruah, ada kalanya masa-masa kemarau, ada kalanya masa-masa kesusahan, ada kalanya masa-masa berjuang, tanpa kita dijajah, dan itu bukanlah tidak merdeka.

MERDEKA harus dipahami dan diresapi melalui empati akan perjuangan pejuang-pejuang kita, melalui empati pengorbanan mereka yang telah gugur baik karena penjajahan maupun karena peperangan memperjuangkan kemerdekaan.

MERDEKA harus dipahami dan diresapi melalui hal-hal kecil yang kita alami sehari-hari yang tanpa MERDEKA, tidak mungkin bisa kita lakukan. Entah sekedar tidur di ranjang yang empuk ataupun bangun di siang hari. Entah sekedar menikmati seduhan aroma kopi panas sebelum bekerja di suatu perusahaan yang kita banggakan. Entah sekedar bisa belajar di sekolah dan bermain dengan teman di pusat perbelanjaan. Entah sekedar bisa menikmati makan 2-3x sehari. Entah sekedar bisa memilih kewarganegaraan.

Karena tanpa MERDEKA, those little things, hal-hal kecil itu yang sejatinya sepele, tidak mungkin bisa kita nikmati. Dengan penjajahan, kita akan dipaksa kerja rodi/romusha, tanpa gaji, makan dan tidur pun seadanya, dan jelas tidak diakui warga negara. Tidak mungkin kita bisa mengenal sosial media dan lain sebagainya yang saat ini seringkali kita gunakan untuk mengecam “Apakah ini yang dinamakan Kemerdekaan?”

Apakah kita sudah MERDEKA? Bagi saya, YA, kita sudah MERDEKA, sejak 17 Agustus 1945. Mungkin kemerdekaan ini tidaklah atau belum sempurna, tapi kalaupun toh begitu, itu merupakan tugas setiap dari kita, tidak terbatas pejabat dan penyelenggara negara, untuk menyempurnakannya.

Demi NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

Dirgahayu 17 Agustus 1945.

MERDEKA.

=====================================================================

Permalink Leave a Comment

Color Run Jakarta 2016

August 9, 2016 at 15:24 (Uncategorized) (, , , , )

=====================================================================

Sometimes, its not easy to share your live and love with others

But, its easier to share your smile and laugh with others.

=====================================================================

a NON OFFICIAL PHOTO of COLOR RUN JAKARTA 2016

=====================================================================

 

IMG_4862_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4866_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4877_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4880_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4895_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4903_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4904_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4909_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4916_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4923_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4959_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4968_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4976_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_4997_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5021_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5023_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5043_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5046_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5050_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5052_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5064_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5073_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5091_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5100_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5120_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5128_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5130_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5133_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5136_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5138_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5140_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5142_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5156_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

IMG_5166_resize

Color Run Jakarta 2016

=====================================================================

=====================================================================

Permalink Leave a Comment

Ada Malas Ada Harga

August 8, 2016 at 22:49 (Cool Quote, Development Program, Funny Intermezzo, Indo View) (, , , )

08 August 2016. Its interesting, cause 08 August 2016 can be shortened as 08/08/16 and 08+08=16. Magical? Nope, and it doesnt related to any of the material topic written below.

Ada Barang Ada Harga, suatu istilah yang pastinya cukup sering kita dengar setiap harinya dalam kita menjalani kehidupan kita. Istilah singkat dan sederhana yang sejatinya cukup ambigu jika berusaha dimengerti menurut kaidah Bahasa yang disempurnakan. Barang Apa? Harga Apa?

Tapi, mengingat istilah ini sudah cukup lama kita dengar, beberapa dari kita mungkin tidak menganggap hal ini sebagai istilah, hanya kosakata biasa aja yang secara tidak langsung bisa diartikan: Jika kita menginginkan suatu barang yang berkualitas bagus, tentunya harus ada harga yang cukup mahal untuk diinvestasikan.

Di dunia jual beli, istilah ini makin santer didengar, baik hanya sekedar diucapkan oleh tukang sayur yang harus menghadapi “hard bargain” dari ibu-ibu kompleks yang selalu memprotes kenapa harga sayur ini lebih mahal dari tukang sayur yang lain tiap paginya, ataupun oleh seorang Sales Manager yang berusaha meyakinkan perusahaan besar untuk membeli barang dagangannya dalam kompetisinya dengan merk lain. Ada Barang Ada Harga, kalau memang kualitas sayur/barang bagus yang anda cari, ya Anda harus mau keluar investasi lebih besar. And, trust me when I say this: Sometimes, those mothers, makes a really “rock-bottom-price” negotiation more than what a big oil and gas company willing to go (for mom’s who read this, please understand this is a joke, dont sue me :p)

In the bigger scale, Ada Barang Ada Harga, tidaklah sekadar mengejar kualitas dari barang, terkadang batasan investasi yang memungkinkan untuk dikeluarkan membatasi keinginan kita untuk mendapatkan kualitas yang diingini tersebut. Contoh mudahnya, kita yang ingin mengikuti trend dengan handphone terbaru dengan segala fiturnya. Sensor sidik jari dan sensor retina semisalnya, yang walaupun diciptakan untuk melindungi gawai digital kita (for those of you who dont know yet, gawai means gadget in Indonesia) dari intipan orang asing, terkadang hanya dipakai selama 1-2 bulan usia gawai, sesudahnya kita tak lagi nyaman ataupun sempat menggunakan gawai dengan fitur pintar ini. Tapi batasan tabungan kita mungkin hanya mampu dibelikan suatu handphone dengan fitur “face recognition”. Bukan, bukan face recognition yang bisa membuka akses handphone Anda ketika mengenali muka Anda di layar. Tapi face recognition dengan cara memasang pose selfie muka Anda yang paling jelek, dan menjadikannya sebagai screensaver, sehingga membuat setiap orang asing yang ingin mengakses handphone Anda gemetar ketakutan dan mengurungkan niatnya hahahaha.

Batasan Ada Barang Ada Harga, juga seringkali membatasi mereka yang bertugas sebagai “procurement” dalam suatu institusi baik pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mendapatkan kualitas yang sebaik-baiknya, demi kelancaran produksi tentunya, tapi tetap dengan mengeluarkan biaya yang sehemat-hematnya. Still, prinsip ekonomi masih dipegang teguh. Jika tidak, boss will yell at you, or law enviction will sue you.

Contoh dari Ada Barang Ada Harga yang paling membuka mata bagi saya adalah ketika Rockhound, seorang tokoh dalam salah satu film scifi mengatakan kepada Harry Stamper (played by Bruce Willis) di film Armageddon sesaat sebelum mereka menyalakan roketnya mengarungi angkasa adalah: You know we’re sitting on four million pounds of fuel, one nuclear weapon and a thing that has 270,000 moving parts built by the lowest bidder. Makes you feel good, doesn’t it? Sekumpulan orang dalam misi luar angkasa terhebat, terbesar, termegah sepanjang masa (menurut film itu) dengan tujuan menyelamatkan umat manusia, masih tetap membangun roket itu dengan biaya semurah mungkin. Crazy, maybe, but it mostly fact. Mungkin itu sebabnya juga, terkadang saya tidak yakin untuk menaiki wahana-wahana dunia fantasi yang eksotis memicu adrenalin, karena walaupun seberapa banyak pengaman yang digunakan, seberapa canggih teknologinya, kontraktornya masih paling murah, harus bisa menghemat yang bisa dihemat (apapun itu) hahaha.

Ada Barang Ada Harga.

Well today, another near similar quote menghampiri saya dari seorang teman, panggil aja dia “akak” 😁. Dimulai dari rasa malas untuk mencari makan malam (dikarenakan kurang tidur, usai melakukan perjalanan 250-300 km, hujan turun cukup deras membuat ranjang saya memanggil tubuh saya untuk didekap olehnya) tapi rasa lapar itu sungguh tidak tertahan. Eventually akak said: Get a delivery service. And despite of rasa malas saya, cengkeraman peristaltik di lambung saya yang mulai menjerit-jerit telah berhasil memberikan motivasi yang jauh lebih hebat dari kata-kata Pak Mario Teguh (an Indonesian motivator) untuk saya memesan makanan.

Makanan dipesan, makanan datang, tagihan pun muncul yang harus dibayar. Tidak sampai mencekik leher, tapi ada biaya “delivery service” disana yang membuat saya berkata “mahaaaal”. And  akak just said Ada Malas Ada Harga, yang secara harafiah diterjemahkan karena saya malas, memang saya harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengakomodir kemalasan saya, yang mungkin seharusnya bisa diselesaikan dengan saya memasak mie (murah, cepat, dan beraneka rasa), ataupun berkendara di dinginnya malam jakarta membeli makanan yang murah meriah di warung pinggir jalan.

But, there it is, a very random thought yang muncul hanya karena keisengan, tetapi memang jika dipikirkan secara mendalam merupakan dasar dari banyak startup yang ada saat ini untuk membangun bisnis mereka, bisnis yang mengandalkan “kemalasan” manusia untuk mendapatkan sesuatu. And, untuk bisa menikmati kemalasan itu, mereka dengan sukarela “willing” untuk mengeluarkan biaya lebih dari yang seharusnya mereka keluarkan. Biaya delivery, biaya langganan, biaya booking.

Ada satu startup yang dengan menjadi subscriber mereka, and bisa seolah-olah mendapatkan asisten pribadi yang bisa membantu anda melakukan pemesanan restoran, membelikan kopi untuk anda, membantu beli belanjaan, dan banyak hal lainnya.

Ada Malas Ada Harga, juga nampak dalam kehidupan kita yang seharusnya tidak dilakukan. Calo. Calo tiket, calo surat administratif, bahkan calo makam fiktif, yang walaupun beberapa dari mereka ada secara ilegal tetapi calo-calo ini lahir dan berkembang dikarenakan kemalasan kita. Malas beli tiket, malas antri, malas berhadapan dengan orang institusi yang ribet dan berbelit-belit, malas lama, malas mendapatkan slot makam yang jauh dari jalan masuk kuburan. All of that occur and happen karena kita malas dan kita mau membayar lebih untuk itu.

So, kesimpulannya?

  1. Sebisa mungkin jangan jadi orang yang malas, semakin malas, maka kemungkinan Anda mengeluarkan biaya lebih besar semakin tinggi. (itu mungkin juga sebabnya orang tua kita dari dulu mengoceh “jangan malas belajar, nanti susah”)
  2. Kalaupun toh Anda memilih menjadi malas dan tidak keberatan mengeluarkan biaya lebih, jangan sesudahnya marah/benci/ngomel ke manapun (termasuk di media sosial) bahwa ada orang-orang yang menyalahgunakan kemalasan Anda dengan menjadi calo dsb untuk memfasilitasi kebutuhan Anda, apapun itu.
  3. Jika Anda sangat malas, terutama malas untuk bekerja di perusahaan Anda saat ini, apapun alasannya, ingatlah Anda bisa membuat bisnis sendiri (startup) dengan memanfaatkan kemalasan orang lain. Dan pada masa dunia saat ini, startup-startup sejenis itu lumayan menjanjikan.
  4. Kalo masih lapar juga, dan tidak punya uang buat delivery, minta akak masakin aja, atau minta dikirimin biar gratis 😂🤣

Dalam kata lain: Sesudah membaca artikel ini, membuat Anda Malas bekerja, dan Anda bisa memanfaatkan Malas-nya orang lain untuk menghasilkan uang lebih agar Anda bisa membayar orang lain memenuhi ke-Malas-an anda yang lain. Itupun, jikalau Anda tidak Malas membaca artikel ini. Ah sudahlah, saya Malas meneruskan.

SALAM-MALAS

(yang sesuai awal artikel ini, its magically interesting it is an exact anagram opposite) Voila.

Permalink Leave a Comment