Mantra

July 13, 2016 at 00:40 (Development Program, Indo View, Survival) (, , , )

Beberapa tahun terakhir ini, pada masa tertentu setiap tahun nya, seringkali saya mendapatkan masalah yang cukup berat untuk dijalani, baik dari segi jasmani maupun rohani. Beberapa hal yang entah saya sadari atau tidak, telah membuat saya menjadi diri saya saat ini, dengan segala kelebihan ataupun kekurangan saya. Dan, tidaklah mudah, setidaknya bagi diri saya sendiri menghadapi permasalahan tersebut, terutama ketika permasalahan tersebut bertubi-tubi datangnya, tanpa saya sempat menyiapkan diri, pikiran maupun tenaga, ataupun beristirahat barang sejenak dari masalah sebelumnya.

Amarah, isak tangis, teriakan, semuanya bersama-sama mengisi bersahut-sahutan, tanpa jeda, tanpa ampun, tanpa belas kasih, mengiringi saya dan masalah saya. Dan memang, tidak jarang saya menyerah, bukan ikhlas, tetapi terpaksa pasrah. Karena terkadang suatu masalah memang tidak bisa dicarikan solusinya, tidak bisa dipecahkan, hanya bisa diterima.

Its not easy. Trust me, its not. Walaupun memang jika saya ceritakan permasalahan saya, anda dan siapapun mungkin akan menganggap permasalahan itu kecil, its not a big deal. Tapi bagi saya, hal kecil itu pun belum tentu bisa dengan mudah saya terima atau selesaikan. Ada satu kutipan modern mengatakan begini:

We are all in the same GAME, just different LEVELS.

Dealing with the same HELL, just different DEVILS

Bram New._079396

Dan memang, permasalahan setiap orang berbeda, walaupun bisa ditarik suatu benang merah inti dari permasalahan tersebut, dan merujuk pada suatu solusi yang sama, tetapi tetap tidaklah mudah bagi suatu pribadi untuk bisa menjalaninya dengan tanpa kendala. Susah, susah memang, tapi sebagaimana seringkali saya sampaikan sejak 10 tahun yang lalu: “SUSAH, bukan berarti GAK BISA”.

Pada akhirnya, dengan segala permasalahan saya, entah datangnya darimana, saya menciptakan sebuah mantra (yang sebenarnya hanyalah berupa kata-kata belaka, tanpa doa ataupun dupa) yang ketika saya membacanya, mengulangnya, dan berusaha memahami setiap katanya, mantra tersebut membantu saya menjalani semua permasalahan saya dengan tegar, dan lebih terutama lagi dengan ikhlas.

Mantra tersebut saya tulis dalam bahasa jawa, bahasa ibu saya (yang sebenarnya juga bahasa ayah saya sih – entah kenapa mereka menyebutnya bahasa ibu/mother language, mungkin sedikit terlalu feminist :p) sebagai berikut:

Kabeh iku barang donya, kang ora langgeng selawase

Ora ilok yen digetuni, opo maneh ditangisi

Mundhak mung dadi kembange pikir.

“ R. Sonix A. “

 

Dalam terjemahan bebas bahasa indonesia-nya, kurang lebih menjadi seperti ini:

Segala sesuatu itu merupakan hal duniawi, yang tidaklah kekal selamanya

Tidaklah pantas untuk disesali, apalagi ditangisi

Karena hanya akan menjadi bunga pikiran

“ R. Sonix A. “

 

Sederhana memang, tidak terlalu menggunakan bahasa yang sok intelektual ataupun mistis, tapi setiap kali saya menghadapi suatu masalah, terutama masalah yang bagi saya tidak ada jalan keluarnya, saya selalu mengucap mantra ini, beberapa kali, sembari meresapi makna didalamnya, dan ketika saya sadar bahwa memang segala sesuatu itu duniawi, segala sesuatu itu fana, segala sesuatu itu tidaklah kekal, buat apa disesali ataupun ditangisi, toh sudah terjadi, toh belum ada penemuan mesin waktu yang bisa mengubahnya, toh belum kiamat, terlalu banyak menyesali ataupun menangisi yang telah terjadi, tidak akan merubah apapun, hanya akan menjadi “bunga” pikiran.

Saya memilih menggunakan kata “bunga” pikiran dan tidak menggunakan kata “beban” pikiran, karena bagi saya bunga pikiran jauh lebih berbahaya dari sekedar beban pikiran. Bagi saya beban pikiran akan membebani pemikiran kita akan suatu masalah tersebut (yang selanjutnya berakibat ke perasaan dan tindakan kita sehari-harinya, what consumed your mind, controls your life). Jika beban pikiran saja bisa berakibat ke perasaan dan perilaku kita, bayangkan apa yang bunga pikiran bisa lakukan ke diri dan kehidupan Anda.

Bunga pikiran, layaknya bunga pada suatu tanaman, dia tidak berhenti hanya pada 1 kelopak bunga saja. Benang sari dan putik yang ada di bagian bunga tersebut, akan tertiup angin, saling bersentuhan, dan menghasilkan bibit-bibit tanaman lain yang akan berbunga juga, dan demikian seterusnya. Sehingga ketika kita terjebak dalam suatu bunga pikiran tersebut, dia tidak hanya akan membebani, tapi juga akan beranak pinak sehingga menjadikan masalah-masalah baru yang sebenarnya tidak ada dan tidak harus ada, yang akhirnya makin membebani kita.

Jika hal tersebut terlalu rumit untuk dimengerti, saya akan berikan satu contoh demikian:

Alkisah di suatu hari yang cerah, sahabat karib saya mengajak (sedikit memaksa) saya untuk mengantarnya berkeliling kota dengan mobil saya. Sedikit memaksa, karena memang saya merasa kurang enak badan dan lebih nyaman menggunakan waktu senggang saya untuk beristirahat daripada beraktivitas. Entah kenapa, saya menyanggupi ajakan ini dengan berat hati, mengantar sahabat saya dengan mobil yang baru seumur jagung, masih fresh baru keluar dari dealer, dibeli dengan tabungan hidup saya, dan masih dalam cicilan 3 tahun. Di tengah jalan, teman saya menawarkan diri untuk memegang kemudi, karena saya kurang sehat. Dan ketika kemudi di tangan dia, berhenti di lampu merah, sebuah truk besar menghantam kami dari belakang. Braaaaak. Penyok jelas, kaca belakang pecah, saya yang belum sempat memasang sabuk pengaman, membenturkan dahi saya ke dashboard mobil sehingga berdarah. Dan ketika segala sesuatu sudah dalam penanganan, masih tersimpan di pikiran saya hal-hal berikut:

  1. Kenapa saya mau mengantar teman saya? Coba kalau saya tidak bersedia, tidak akan kejadian.
  2. Kenapa saya ijinin dia mengemudi. Dia jadi sungkan sama saya, pertemanan jadi renggang.
  3. Kenapa harus mobil saya, kenapa bukan mobil dia. Padahal belum lunas, bisa sih ditanggung asuransi, tapi tidak mungkin 100% baru, harga jual pasti turun, cat pasti beda.
  4. Dst.

Dan kesemuanya itu tidak akan berhenti di 1 hari, 1 minggu, ataupun 1 bulan saja. Tapi setiap kali melihat perbedaan warna cat di mobil, setiap melihat sahabat saya, setiap melihat luka di dahi saya (luka baret, bukan luka Harry Potter), semuanya akan menjadi bunga pikiran yang terus menerus membebani. Dan itu berbahaya. Berbahaya karena it will continue to consume your mind, and when it does, it will controls your life.

Mantra lain saya temukan beberapa waktu yang lalu, ketika saya mengunjungi suatu tempat wisata di Batu Caves, Kuala Lumpur, Malaysia. Di salah satu pintu gerbangnya, terdapat perkataan Bhagavan Sri Krishna yang cukup memukau jika saja banyak pelancong wisata yang mau memperhatikan alih-alih hanya mengabadikan dirinya di depan kutipan tersebut tanpa membacanya bahkan mungkin.

Kutipan tersebut berbunyi sebagai berikut:

Whatever happened, was good.

Whatever is happening, is also good.

Whatever will happen, that also will be good.

 

What did you lose that you are crying for?

What did you bring which have you lost?

What did you created that is destroyed?

 

Whatever you have taken, is taken only from here.

Whatever you have given, is given only from here.

 

Whatever is yours today, will belong to someone else tomorrow.

On another day, it will belong to yet another.

 

This inevitable change is the law of the universe and the objective of my creation.

 

Kutipan tersebut, jikalau boleh saya terjemahkan bebas menjadi seperti berikut:

Segala sesuatu yang telah terjadi, itu baik.

Segala sesuatu yang sedang terjadi, itupun juga baik.

Segala sesuatu yang akan terjadi nanti, itupun juga akan baik.

 

Adakah yang telah engkau hilangkan, sehingga sekarang engkau meneteskan air mata?

Adakah yang telah engkau bawa, sehingga sekarang engkau hilangkan?

Adakah yang telah engkau ciptakan, sehingga sekarang telah rusak?

 

Apapun yang engkau ambil, semuanya diambil dari sini.

Apapun yang engkau berikan, semuanya diberikan dari sini.

 

Apapun yang menjadi milikmu hari ini, akan menjadi milik orang lain keesokan hari.

Di hari berikutnya, akan menjadi milik dari orang lain lagi.

 

Perubahan yang tidak bisa dihindari inilah,

yang menjadi hukum semesta dan merupakan tujuan dari semua ciptaanku

 

Semoga, tulisan ini menginspirasi Anda untuk menjalani hidup dan menghadapi semua permasalahan Anda dengan lebih Ikhlas (tidak sekadar pasrah) dan semoga bunga-bunga pikiran itu tidak lagi muncul dan membebani hidup Anda.

Jpeg

Permalink Leave a Comment