Batik

October 3, 2009 at 20:37 (Catatan Ringan, Indo View) (, , )

=======================================================================

BATIK, hmmm, such an interesting topics, dilihat dari banyak sudut pandang.

 

Batik, entah bagaimana persisnya sejarah batik itu sendiri, saya juga kurang tahu sebenarnya, tapi memang bukan sejarahnya yang akan kita coba mengerti, melainkan kehebohan sosial yang disebabkan olehnya akhir-akhir ini.

 

Walaupun batik itu sendiri sudah terkenal di dunia sejak dahulu kala, bahkan sempat pula digunakan sebagai baju seragam para pemimpin-pemimpin KTT / G 20 (saat pertemuan di Indonesia, pada pemerintahan Soeharto), sayangnya (sebelumnya) tidak seberapa tenar bagi para penduduk Indonesia itu sendiri.

 

Batik (seringkali) hanya dijadikan baju kebesaran yang hanya akan dipakai ketika ada peristiwa besar (kondangan pernikahan atau sunatan), hari jumat (karena wajib bagi anak sekolah atau pegawai negeri), atau para pegawai di restoran padang (dukacita yang dalam bagi korban gempa padang).

 

Alasannya?

 

Mungkin yang pertama, karena batik itu sendiri (beberapa) cukup mahal (terutama batik tulis) sehingga akan sayang sekali kalo batik itu sering dipakai sehingga cepat rusak.

 

Kedua, memang benar ketika anda memakai batik, karena sudah menjadi trademark tadi, maka akan terasa aneh jika memakai batik diluar hari jumat atau acara khusus lainnya.

 

Tapi rasanya alasan yang paling sering digunakan adalah karena batik itu sendiri dianggap KUNO, alias old fashion, kayak orang-orang tua aja memakai batik. Sehingga (jika anda memperhatikan sebelum akhir-akhir ini), akan jarang anda temui anak muda dibawah umur 25 tahun berbelanja di toko batik dan mengenakannya.

 

Dan kemudian, masalah pun muncul. Salah satu negara tetangga mencoba mengklaim batik dan (jika saya tidak salah ingat) sempat mematenkannya sebagai budaya mereka. Alhasil, kecaman demi kecaman dari mereka para penduduk Indonesia yang dulunya apatis terhadap batik, bergejolak secara hebat. “Kembalikan batik kami”, teriak mereka. Somasi pun akhirnya dikirimkan ke lembaga yang berwenang, sehingga negara peng-klaim tersebut berargumen, kami tidak mengklaim batik Indonesia (batik tulis), kami mengklaim batik kami sendiri (yang notabene kebanyakan batik cap, dan bermotif berbeda dengan batik Indonesia).

 

Pemerintah Indonesia sendiri pun seperti kebakaran jenggot, berusaha dengan keras (akhirnya) untuk mengukuhkan Indonesia sebagai budaya Indonesia. Sampai akhirnya (2 Oktober kemarin) UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai world heritage (warisan budaya dunia).

 

Kebanggaan pun tiba-tiba merekah di hati seluruh rakyat Indonesia. Sepakat (melalui berita, canda tawa, dan situs jejaring) memakai batik pada tanggal tersebut, dengan alas an menunjukkan rasa nasionalisme mereka. Mereka yang saat itu tidak memakai batik (entah karena apa), akan langsung didakwa tidak nasionalis (entah guyonan, entah benar)

 

Tapi cukupkah hal itu?

 

Saya kemudian terpikir akan hal yang lain. Terpikir apakah memang benar, mereka yang tidak mengenakan batik kemarin, dianggap tidak nasionalis?

 

Di satu pihak, saya  bangga akan banyaknya orang yang mengenakan batik pada hari tersebut, bahkan (setahu saya) ada yang rela membeli batik, karena sebelumnya mereka tidak punya. Dijalan penuh tumplek blek batik dimana-mana.

 

Tapi saya menanyakan, dengan dasar nasionalis tersebut, masih ingatkah saat-saat dimana mereka tidak bersedia menyumbangkan suara mereka dalam Pemilu Indonesia beberapa bulan silam? Hal yang bagi saya, lebih menunjukkan nasionalisme daripada sekadar mengenakan batik, padahal tanpa mereka mengenakan batik pun tanggal 2 Oktober kemarin, toh pemerintah yang memperjuangkan, toh UNESCO tidak mencabut kembali status world heritage tersebut. Berbeda dengan ketika mereka tidak menyumbangkan suara dalam Pemilu. Mereka tidak bersumbangsih dalam menentukan arah negara.

 

Hal kedua yang saya perhatikan adalah, sayangnya (lagi) kemeriahan pemakaian batik pada tanggal tersebut akhirnya menutupi salah satu hari besar bangsa kita pada 1 Oktober. Hari Kesaktian Pancasila, yang didahului oleh pemberontakan G30 S PKI 1965. Memang benar, kebenaran akan sejarah yang terjadi pada 1965-1966 belum jelas dan bisa dipastikan, hanya saja tetap pada tanggal tersebut, Pancasila dipertahankan sebagai dasar negara kita yang utama. Dan itu saya kira tidak patut untuk dilupakan. Tetapi hanya sedikit sekali media dan masyarakat yang mengingat akan hal ini kemarin.

 

Apakah akhirnya nasionalisme yang kemarin mencuat, sebenarnya hanyalah merupakan barter antara nasionalisme gaul (batik dan situs jejaring) dengan nasionalisme yang lain (pemilu dan pancasila)?

 

Anda cari sendiri jawabannya.

 

Tapi janganlah berpikir terlalu dalam. Anggaplah ini sekadar wacana yang semoga bisa menggelitik rasa nasionalisme anda 🙂

 

Akhirnya, perkenankan saya menutup wacana ini dengan humor berikut.

 

Karena kemarin saya tidak memakai batik (dikarenakan batik saya ada di rumah Surabaya, Indonesia, dan tidak ada batik sama sekali di lemari kos saya), banyak yang menanyakan “Kok ga pake batik nix?” Dan saya akhirnya menantang mereka: “Pake kok, tapi daleman (CD) 😀 ga percaya? Mau ngecek? 😀

 

Kedua, saya juga berharap (seperti tertulis di status fb saya) kapan ya UNESCO akan meresmikan budaya-budaya Indonesia lainnya sebagai warisan budaya dunia juga, saya yakin itu hal yang bagus jg, dan semoga bisa diawali dengan KOTEKA dari papua :p setidaknya akan lebih banyak pemandangan lucu di jalan 😀 hehehe.

 

Dan demi melanjutkan cita-cita banyak orang yang ingin menunjukkan keberadaan batik dimana saja dan kapan saja sebagai budaya kita, saya tiba-tiba kepikiran, bagaimana kalo kita memproduksi kondom made in Indonesia asli. KONDOM BERCORAK BATIK 😀 coba anda bayangkan, pasti keren, dan ketika sudah terekspor diseluruh dunia, hampir semua pasti mengingat batik asli Indonesia kapanpun mereka mengenakannya 😀

 

(tanpa bermaksud merendahkan batik, dan mereka yang telah bersusah payah berperan serta dalam 2 Oktober kemarin, tulisan ini dibuat untuk menggelitik rasa dan pengertian nasionalisme bagi siapa saja, dan memberikan sedikit tawa bagi mereka)

=======================================================================

Permalink 4 Comments

Human Heart

October 1, 2009 at 01:34 (Development Program, Survival) (, )

Pernahkah anda memikirkan kenapa CINTA/LOVE selalu dilambangkan dalam bentuk HEART? (yang dalam bahasa inggris “heart” disini diterjemahkan sebagai jantung sebenarnya, bukan “hati”, karena hati lebih cocok diterjemahkan sebagai “liver”)

Well, saya akan coba berikan pandangan sebagai berikut:

Jantung, sebagaimana anda ketahui kalau anda dulu mengikuti pelajaran biologi SMP dengan baik dan benar, terdiri dari 4 (empat) bagian (chamber), yakni: serambi kanan, serambi kiri, bilik kanan, dan bilik kiri.

Selain itu, jantung itu sendiri juga merupakan sumber utama kehidupan kita (perhatikan kasus ketika orang bisa koma pada otaknya, mereka akan masih bisa hidup, tapi tanpa jantung yang berdenyut bisa dipastikan orang tersebut akan mendapatkan titel baru yakni ALM.)

Nah, kenyataan tersebut bisa ditafsirkan bahwa, OUR LOVE or OUR LIFE juga bisa didefinisikan terdiri dari 4 (empat) bagian juga, seperti yang terdefinisikan dibawah:

  1. Kebutuhan hidup akan pencipta (tuhan),
  2. Kebutuhan hidup akan diri sendiri (pribadi),
  3. Kebutuhan hidup akan pasangan hidup (kekasih/soulmate), serta
  4. Kebutuhan hidup akan keluarga (orang tua jika belum memiliki anak, ataupun anak-anak jika sudah berkeluarga)

Ketika keempatnya terpenuhi maka (semestinya) hidup anda akan sempurna. Kalau kata salah satu iklan yang sempat booming beberapa tahun yang lalu: “Bikin hidup lebih hidup”. Berkebalikan dari itu, ketika salah satu saja hilang, maka anda akan merasa there’s something missing inside your life.

Perhatikan bahwa dari keempat bagian itu, saya sama sekali tidak menyebut materi ataupun karir dan kesuksesan. Kenapa? Gampangannya begini, dulu di jaman purba, tanpa orang punya pekerjaan dan duit, mereka bisa tetap bertahan tanpa stress, jadi saya anggap itu faktor yang bisa dikesampingkan dalam hal ini.

Sekarang pertanyaannya (menegaskan pernyataan saya sebelumnya), apa yang terjadi kalau salah satu dari keempat faktor itu tidak ada dalam kehidupan anda?

Contoh yang pertama bisa anda lihat pada diri orang-orang yang kita sebut “gila” di pinggir-pinggir jalan. Mereka yang tidak lagi mengenali siapa diri mereka, jelas mereka tidak mempercayai tuhan, tidak peduli diri sendiri dan keluarga mereka, apalagi punya pasangan hidup. Keempat chamber itu tidak ada dalam diri mereka.

Kehilangan chamber akan diri sendiri, dengan hanya menyisakan ketiga chamber yang lain, bisa dicontohkan dari aksi terorisme yang cukup merajalela akhir-akhir ini. Mereka mempercayai kepercayaan mereka dengan sungguh, berkorban dan berjuang demi keyakinan, pasangan hidup, dan keluarga mereka, tapi tidak seberapa peduli akan kehidupan sendiri, sehingga bom bunuh diri bukanlah suatu ketakutan untuk dilakukan.

Contoh yang lain saya ambilkan dari salah satu acara yg cukup booming di televisi Indonesia akhir-akhir ini, Take Me Out Indonesia, dan Take Him Out Indonesia. Disitu memang benar anda akan menemukan orang-orang yang hanya iseng ikut-ikutan karena lagi jomblo dan mencari pacar tajir, tapi disitu pula anda akan menemukan orang-orang yang “High Quality Jomblo”, mereka yang sudah mapan, sukses dalam karir, pertemanan, dan kehidupan, tapi tidak memiliki pasangan hidup, sehingga kesuksesan, kehebatan dan materi yang sudah mereka kumpulkan secara berlimpah pun tidak terasa untuk bisa dinikmati sendirian, karena hidup mereka tidak lengkap.

Contoh terakhir ada di seorang entertainer Indonesia, Anang Hermansyah ketika dia berpisah dengan Krisdayanti. Dia cukup mengerti filosofi ini, sehingga akhirnya dia menulis sebuah lagu tentang itu ketika mereka bercerai, yang saya kutip 3 kalimat pertamanya (untuk menunjukkan ke-objektifan “akibat”, bukan “sebab”):

“Separuh jiwaku pergi, memang indah semua, tapi berakhir luka”

Well, mungkin sebenarnya agak sedikit meleset sih syairnya, karena mestinya dia cuma kehilangan Krisdayanti (pasangan hidup dia), dan dirinya sendiri masih hidup berkecukupan, anak-anak dan keluarga nya masih bersama dia, dan saya yakin Anang cukup beragama, sehingga mungkin kata-kata yang lebih tepat adalah “seperempat jiwaku pergi” :p tapi sepertinya kurang “menjual” kalo Anang menggunakan syair “seperempat” itu :p (kecuali kalau fansnya adalah penggemar matematika yang sangat nyaman ketika mendengar kata-kata seperempat, dan tiga perempat hehehe).

Beberapa contoh tersebut diatas, akhirnya memberikan gambaran bahwa keempat chamber ini akan berpengaruh dalam CINTA, HARAPAN HIDUP, dan KEHIDUPAN kita itu sendiri, yang sehingga selanjutnya dalam bahasan ini bisa dibagi menjadi 2 (dua):

  1. Mereka yang belum lengkap dalam memiliki keempatnya, selalu berusaha mengejar keempat chamber ini dalam hidupnya agar complete, atau
  2. Mereka yang pernah memilikinya secara lengkap, tapi kemudian kehilangan salah satu atau beberapa chamber sekaligus (bisa dalam kehilangan pasangan, kematian anggota keluarga, dll) .

Dalam hal ini poin kedua akan lebih berbahaya, karena ketika anda masih berada dalam poin pertama, maka akibatnya anda akan termotivasi (dalam kekurangan anda) untuk bisa menggapai keempat chamber tersebut. Tetapi sebaliknya, jika anda pernah merasa lengkap, dan kemudian “dipaksa” kehilangan salah satu darinya, hal ini akan sangat menjatuhkan motivasi dan semangat hidup anda secara fatal.

Kesimpulannya?

Jika anda sudah memiliki keempat chamber itu secara lengkap, saya ikut bersyukur bagi diri anda, dan semoga anda bisa menjaga dan mempertahankannya dengan baik. CHERISH WHAT U’VE GOT.

Jika anda belum memilikinya secara lengkap, tetaplah berjuang dalam melengkapi hidup anda. NEVER GIVE UP.

Jika anda pernah mendapatkannya, tetapi sekarang kehilangan salah satu darinya, maka anda bisa memilih salah satu dari 2 (dua) option berikut:

  1. Yakinlah bahwa anda akan menemukan kembali pengganti dari chamber yang hilang itu (entah itu a new beliefs in god, a new soulmate, or a new childrens to replace your parents),
  2. Kalaupun toh kehilangan itu terasa sangat berat, dan tidak memungkinkan bagi anda untuk menemukan kembali penggantinya, jangan memaksakan diri untuk mencari pengganti chamber yang hilang tersebut. Karena “terkadang” akan lebih baik membiarkan ruangan itu tetap kosong dan dipenuhi kenangan indah, daripada dipaksakan diisi dengan sesuatu yang tidak cocok bagi kita. Tapi satu yang pasti, STAY ALIVE. Tetaplah hidup, tetaplah berjuang untuk hidup, tumbuhkan kembali harapan hidup bagi anda, dan berikan arti kehidupan bagi orang lain di sekitar anda (baca: Memahami dan menjalani hidup). Karena dengan melakukan itu (siapa tahu), walaupun anda tidak bisa memiliki hidup anda secara lengkap, tapi anda bisa membuat hidup orang lain menjadi lebih lengkap selengkap a HUMAN HEART.

Permalink 4 Comments

Such an Ironic

October 1, 2009 at 01:24 (Catatan Ringan, Survival) (, )

=======================================================================

Am I so not perfect?

I know.. U know.. Everybody knows.. Nobody is perfect.. That’s the fact !!!

I never felt to be perfect before.. There’s so many lack ness inside of me and my life.. Too many to mention.. Way out of perfect..

But somehow, I was once believed that my life is complete.. That my life is somehow probably perfect..

But eventually.. The reality forced me to admitted that I’m not perfect enough.. I am not.. Not enough.. No matter how hard I try..

And then I keep saying to myself.. That I’m nobody.. Just nobody..

And so I’ve tried to wreck my own life coz of it.. Coz I’m nobody..

But then the ironic thing is..

If I’m nobody..

And nobody is perfect..

Isn’t that makes me perfect?

Isn’t it?

So what am I now?

=======================================================================

Permalink Leave a Comment