Kehidupan vs Kematian

June 28, 2009 at 19:53 (Survival) ()

Beberapa hari ini, saya mencoba untuk mendefinisikan suatu kata yaitu KEMATIAN sebagai “Suatu kondisi/keadaan dimana tidak adanya suatu kehidupan ataupun semangat hidup, baik disengaja maupun tidak, disadari maupun tidak, yang bisa terjadi secara sementara/temporer ataupun secara permanen.”

Akan tetapi kemudian, definisi di atas akhirnya berkembang menjadi suatu pertanyaan lanjutan, yaitu: “Bagaimana dengan aspek mengenai nilai-nilai kehidupan?”

Seorang tokoh yang dulu saya kenal semasa belajar di perguruan tinggi sempat memberikan kutipan yang cukup menarik: “Make A Life, Not Just A Living”, yang jika boleh dengan kasar saya terjemahkan menjadi: “Ketika Anda hidup, janganlah berhenti hanya untuk menjalani kehidupan serta mencari penghidupan itu sendiri (kehidupan yang layak ataupun kehidupan yang penuh dengan kecukupan dan kegembiraan misalnya), tetapi gunakanlah hidup Anda agar bisa memberikan nilai-nilai kehidupan TIDAK HANYA untuk diri Anda sendiri dan keluarga Anda, TAPI JUGA untuk orang lain, masyarakat dimana Anda tinggal, serta bangsa dan negara Anda.”

Kita kembali ke definisi dan pertanyaan diatas. Kalau begitu, bagaimana dengan orang-orang yang selama ini masih menjalani kehidupan dengan semangatnya yang menggebu-gebu, berjuang dalam rangka making a living buat diri mereka dan keluarga serta sanak saudara mereka, tapi mereka tidak memberikan sumbangsih nilai-nilai kehidupan pada dunia mereka, apakah bisa hal itu juga dimasukkan dalam definisi KEMATIAN?

Sampai disini, mungkin Anda akan mengira saya terlalu membesar-besarkan dan menghiperbolasikan definisi mengenai KEMATIAN. Tapi tahukah Anda, bahwa jika Anda mencoba search dari internet (yang notabene saat ini merupakan salah satu metoda komunikasi dan pembelajaran manusia yang murah, gampang didapatkan, serta lengkap) Anda akan menemukan banyak sekali situs-situs yang menawarkan dan mengajarkan cara-cara yang paling efektif untuk melakukan  tindakan bunuh diri (alias: Kematian). Bahkan diluar situs-situs tersebut, juga ada beberapa ajang diskusi (bisa berupa forum, grup, ataupun mailis) yang beberapa anggotanya mempertanyakan dalam diskusi tersebut, cara bunuh diri yang harus dia lakukan untuk mengakhiri hidup. Diskusi ini biasanya berakhir dengan dua kubu, dimana satu kubu mulai mencela si penanya tentang betapa bodohnya dia jika melakukan tindakan bunuh diri, dan kubu yang lain (dengan semangatnya) memberikan pilihan-pilihan yang menurut mereka cara bunuh diri paling enak dan tidak menyakitkan (cara mereka mengetahui itu enak dan tidak menyakitkan, sampai saat ini masih cukup saya ragukan, mengingat karena mereka masih bisa memberi jawaban di internet, dan berarti mereka belum mencoba cara-cara itu sendiri :p)

Bagaimanapun caranya (Anda boleh mendebat dan membuktikan sendiri, jika Anda menolak untuk percaya perkataan saya), saya yakin bunuh diri itu menyakitkan sekali, dan butuh orang-orang yang mempunyai keberanian yang sangat hebat untuk berani mengakhiri hidup mereka sendiri. Dan untuk itu saya salut kepada mereka. Tetapi mengutip pernyataan dari salah satu teman dekat saya: “Memang benar, orang yang bunuh diri adalah orang-orang yang pemberani, tapi mereka masih lebih kalah dibandingkan orang-orang yang BERANI MENJALANI HIDUP.” Karena Hidup LEBIH BERAT daripada Kematian.

Jadi seperti yang telah didefinisikan di awal bahwa KEMATIAN bisa didefinisikan sebagai “Suatu kondisi/keadaan dimana tidak adanya suatu kehidupan ataupun semangat hidup, baik disengaja maupun tidak, disadari maupun tidak, yang bisa terjadi secara sementara/temporer ataupun secara permanen.”

Maka KEHIDUPAN akan didefinisikan sebagai “Suatu kondisi/keadaan yang tidak hanya berarti Anda masih bisa bernafas dan menjalani hidup, tidak hanya berarti Anda harus memberikan nilai-nilai kehidupan bagi yang lain di sekitar Anda, tapi lebih mendasar dari semua itu, Kehidupan juga bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang lebih besar daripada Kematian, sehingga Kematian tidak akan pernah bisa mengalahkan Kehidupan, tapi sebaliknya KEHIDUPAN PASTI MENGALAHKAN KEMATIAN.”

Ah, saya tahu. Kalimat saya yang terakhir pasti akan menggelitik Anda untuk mendebatnya. Bagaimana dengan orang yang meninggal karena usia dan sakit, yang pada akhirnya harus dimakamkan? Hal itu bisa berarti bahwa Kematian yang menang kan?

Well, saya akan menjawabnya dengan singkat saja, bahwa itu semua merupakan bagian dari proses berupa kelahiran, kehidupan, dan kematian. Kematian sebagai proses yang paling akhir disini, bukan berarti yang terutama dan menjadi pemenang dari proses yang lain. Bukan. Karena dalam setiap kematian (akhir), selalu ada awal (kelahiran) yang lain. Dan kita tidak berhak ataupun bisa menentukan kapan terjadinya masing-masing proses itu. Yang bisa kita lakukan adalah menjalaninya sebaik mungkin.

Selamat Menjalani Hidup (entah susah ataupun gampang, penuh tawa maupun tangisan, karena KEHIDUPAN akan mengalahkan KEMATIAN)

Permalink Leave a Comment

Kacamata Senyum

June 28, 2009 at 15:20 (Catatan Ringan, Indo View) (, , )

Pernah saya membaca suatu artikel di suatu majalah yang sayang sekali saya lupa judul artikel dan majalahnya apa, tapi saya ingat dengtan persis bahwa artikel tersebut merupakan artikel yang dilengkapi dengan banyak foto-foto untuk menjelaskan lebih lugas kepada pembaca mengenai isi artikel tersebut. Memang benar kata mereka, a picture speaks a thousands word.

Di artikel tersebut, terpampang foto seorang nenek ompong yang berpakaian seadanya, duduk di tangga rumah memandang kita. Foto beberapa anak yang berdesak-desakan di jendela rumah, saling berebut untuk menunjukkan muka polos dan kucel mereka kepada kamera. Ada juga beberapa foto orang dewasa yang bekerja di tempat pembuangan sampah, di atas bukit-bukit sampah yang menggunung dan beraroma tak sedap. Serta foto seorang anak balita telanjang yang sedang bermain di genangan air kotor, sisa dari hujan semalam, dengan latar belakang rumah-rumah di pinggiran sebuah sungai..

Sekilas (jika anda tidak membaca isi artikelnya, dan hanya mengandalkan definisi saya atas foto-foto tersebut) mungkin Anda akan segera membayangkan betapa menyedihkan kehidupan yang coba diangkat dari kamera penulis artikel ini. Anda akan mulai membayangkan betapa rendahnya taraf kehidupan mereka, compang-campingnya pakaian mereka, betapa kotor tempat tinggal mereka yang ada di pinggiran sungai, serta betapa menyedihkannya tatapan mereka di kamera.

Dan, ketika Anda mencoba menyelami pikiran mereka, yang Anda coba pikirkan adalah “Makan apa ya kita besok?”, “Kenapa kita harus menderita seperti ini?”, atau mungkin “Aduh Tuhan, kapan kita bisa bebas dari hal menyedihkan seperti ini?” Itukah yang Anda bayangkan sekarang?

Well, Anda HAMPIR BENAR akan semua itu, tentang taraf kehidupan dan apa yang sedang ada di pikiran mereka. Tapi saya yakin, kebanyakan dari Anda melupakan satu detail sederhana yang memungkinkan ada di foto tersebut. Dalam semua foto tersebut, anehnya, setiap dari mereka tidak menunjukkan raut muka yang sedih dan tersiksa, tapi berkebalikan dari itu, mereka semua tersenyum. Lebih aneh lagi, senyum mereka bukanlah senyum yang dipaksakan seperti halnya senyum narsis kita ataupun senyum ketika kita sungkan untuk tidak tersenyum di depan kamera. Tidak, senyum mereka adalah senyum yang lepas, senyum keceriaan yang luar biasa, senyum seseorang yang sedang menikmati liburan bersama orang yang disayanginya, SENYUM KEBEBASAN.

Dan memang itulah yang coba diangkat oleh si penulis dan fotografer artikel tersebut. Artikel tersebut sejatinya merupakan artikel pariwisata, dan memang mereka tidak sedang berupaya mengetuk hati nurani kita untuk menolong mereka yang sedang kesusahan, tapi mereka mencoba memberikan sudut pandang baru kepada dunia luar mengenai salah satu kultur dari bangsa kita, yaitu A Smiling Country. Mereka mencoba menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang ceria, yang walaupun mungkin taraf kehidupan kita rendah, dan nasib kita yang sangat menyedihkan, tapi kita masih bisa menyempatkan diri untuk tersenyum kepada orang lain.

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga seperti itu? Seorang yang selalu tersenyum dengan bebas kapan saja dan dimana saja? Ataukah Anda sudah tergabung dalam suatu kelompok besar yang dengan tegas menyatakan bahwa hidup Anda sangat berat, dan Anda harus menjalani kehidupan ini dengan terpaksa, serta tersiksa dalam setiap beban dan permasalahannya?

Ada pepatah jawa yang menyatakan, Urip iku ojo sawang sinawang yang jika diterjemahkan kurang lebih berarti: “Hidup itu jangan hanya melihat kelebihan orang lain saja, jangan cemburuan, karena walaupun orang lain punya kelebihan atas sesuatu, mereka pasti juga punya kekurangan yang mereka sesali, yang bisa jadi, mereka sebenarnya juga cemburu atas hal-hal yang Anda miliki”.

Nah, kalau begitu, jika memang setiap dari kita punya kelebihan dan kekurangan, jika memang setiap dari kita terkadang diberkati dan terkadang pula sial oleh bencana, kenapa kita tidak jalani saja kehidupan ini dengan tersenyum? Lagi pula, memandang kehidupan dengan bermuram durja, tidak akan membantu kita untuk keluar dari permasalahan kita, malah membebani kita dan orang di sekitar kita mungkin.

Tanpa senyum, kita jadi memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kita pikirkan, orang bisa khawatir karena melihat kekhawatiran kita, dan bahkan orang bisa ikut bersedih karena kita. Saya selalu mengatakan, senyum dan kesedihan merupakan dua hal yang bisa memicu suatu reaksi berantai (chain reaction). Anda bisa tersenyum ketika melihat orang lain tersenyum kepada Anda, dan Anda bisa bersedih pula karena orang lain juga sedang menunjukkan kesedihannya kepada Anda.

Jadi, bangunlah dari tempat duduk Anda, dan mulailah hari Anda dengan tersenyum lepas dan bebas kapanpun dan dimanapun Anda berada serta apapun permasalahan yang ada di diri Anda saat ini. Entah Anda sedang sendirian di kamar Anda, bertemu keluarga dan rekan Anda, atau mungkin ketika Anda bertemu seorang asing di perjalanan Anda. Tersenyumlah, dan perhatikan bahwa orang yang Anda berikan senyuman, juga akan tersenyum kembali kepada Anda, dan Anda akan menikmati kesejukan di hati Anda.

Lepaskan kacamata kuda Anda, dan mulailah mengenakan KACAMATA SENYUM, kacamata yang akan membantu Anda untuk tidak sekedar melihat kesengsaraan hidup Anda, tapi kacamata yang akan membantu Anda untuk melihat dunia ini dari setiap berkat yang Anda miliki, setiap keindahan dunia, setiap kebahagiaan Anda, sekecil apapun itu, karena ketika Anda tersenyum, dunia akan membalas senyuman itu kepada Anda. Smile to the world, and the world will smile back at you 🙂

Permalink 2 Comments

Suicide

June 24, 2009 at 23:10 (Survival) ()

Bilingual Version

Beberapa saat lalu saya membuka banyak website yang menawarkan 101 cara bunuh diri dan juga beberapa diskusi online dimana banyak yang menanyakan cara bunuh diri. Dari situs-situs diatas saya akhirnya menyimpulkan bahwa cara-cara tersebut sangat menyakitkan. Jadi akhirnya saya menyimpulkan cara-cara berikut yang paling efektif dalam tiap segmen untuk anda lakukan jika anda ingin bunuh diri.

Jika anda atheis:

Saya sarankan anda tidak perlu bunuh diri, karena toh anda tidak percaya Tuhan, jadi kenapa bunuh diri, toh setelah anda mati, anda tidak mengenal surga dan neraka. Ga bisa dapat lebih baik, ataupun jelas mau kemana. Jadi nikmatin aja, hidup cuma sekali.

Jika anda percaya reinkarnasi:

Sama juga, ngapain anda bunuh diri. Untung kalo anda dilahirkan kembali jadi dewa, lha kalo lagi apes? Dilahirkan di dunia hewan? Lah, lebih merana hidup anda daripada sekarang.

Jika anda percaya Tuhan (agama, surga dan neraka):

Cara bunuh diri anda yang paling efektif adalah “Berdoa sebelum tidur”, dengan doa demikian: “Tuhan, jika memang Kau kehendaki,  ijinkan aku tidur dan tidak terbangun lagi”. Jika memang Tuhan merasa anda sudah tidak diperlukan lagi di dunia ini, ya pasti diijini oleh Dia, tapi kalau semisal, semisal saja nie, esok harinya anda masih bisa bangun, maka yakinlah walaupun seberapa menyedihkannya hidup dan nasib anda di dunia ini, Tuhan masih menginginkan anda untuk hidup dan berbuat sesuatu buat Dia.

 

In one opportunity, I found many websites that offer 101 ways to commit suicide as well as some discussion online where people are asking what kind of way they can commit suicide. At the end of the day, I conclude that most of those ways is painful, and so I would like to suggest you the most effective ways for you to commit suicide based on your necessities.

If you are an atheist:

I will have to suggest u not to commit suicide, after all you don’t believe in Gods, so why would u suicide, you don’t even believe about heaven and hell, what will you got after your death. So live on, enjoy your one and only life.

If you believe in reincarnation:

I also suggest you not to do suicide. Why? Because if you’re lucky, you can born as a God, or some human with a more luck, but if you don’t get lucky, you could ended up born in the animal world, much more miserable than what you have today.

If you believe in God (religion, heaven, and hell):

The most effective ways for you to suicide, is to “Pray before you sleep” like this: “Dear God, if you let me, let me asleep and not be awaken no more”. And if God really approve you, then you will die with no pain. Simple, isn’t it? But if for example, you still be awaken in the next morning, then you must have faith in yourself that God still wants you to live and do good deeds to other people.

Permalink 1 Comment