65 tahun Indonesia

August 18, 2010 at 14:21 (Indo View) (, )

=======================================================================

BAGIAN 1. KEMERDEKAAN

Kembali, pertanyaan-pertanyaan yang sama yang muncul di bulan Agustus. Sudahkah kita benar-benar merdeka? Apakah kemerdekaan itu? Perlukah mendefinisikan ulang arti kemerdekaan?

Apakah anda memiliki pertanyaan-pertanyaan dan keraguan-keraguan yang sama seperti itu?

Arti kata “merdeka” itu sendiri memang ambigu sejatinya. Merdeka dalam hal apa? Merdeka hanya dalam hal penjajahan kolonialisme Belanda/Jepang saja, ataukah merdeka dalam hal yang lain? Merdeka dari penjajahan pemerintahan sendiri? Merdeka dari kemiskinan dan kebodohan? Merdeka berpendapat? Merdeka dalam hal apa?

Satu yang jelas saya dan anda semua akan setuju, kita telah merdeka dari penjajahan kolonialisme. Tidak ada lagi bangsa dan negara lain yang secara mutlak mempunyai kekuasaan atas diri kita dan jati diri bangsa kita. Saya gunakan istilah “secara mutlak” karena saya yakin jika saya tidak menggunakan istilah tersebut, anda akan mendebat saya bahwa saat ini pun kita sedang dijajah secara politik maupun ekonomi oleh bangsa lain. Tapi biarlah anda mempunyai anggapan seperti itu, saya harap bisa kita kesampingkan sejenak.

But yes, kita sudah merdeka ! Kita tak lagi hidup dalam ketakutan bahwa besok kita akan ditembak mati oleh penjajah. Kita tak lagi dipukul dan ditendang oleh orang lain untuk memaksa kita bekerja. Kita tak lagi dibatasi secara mutlak untuk hidup, makan, berpendapat, dan menuntut kehidupan serta impian kita.

Memang ada kendala-kendala dalam mencapai itu semua, kemiskinan dan aturan-aturan serta biaya hidup/pendidikan yang mahal. Tapi segalanya tersebut hanyalah sebagai kendala, bukan batasan mutlak.

Anda ingin makan enak? Bekerjalah dengan giat, maka anda akan mendapatkannya. Susah dapat pekerjaan? Jangan menyerah, berusahalah terus, jika tak kunjung anda dapatkan pekerjaan yang cocok, buatlah lapangan kerja sendiri. Tidak ada dana untuk kuliah? Buatlah diri anda cukup pintar untuk mendapatkan beasiswa. Patahkan kendala tersebut. Patahkan, dan syukurilah bahwa anda cukup merdeka untuk bisa mencapai itu semua. Jangan terkungkung dalam suatu metafora sosial bernama kemiskinan atau ketidak-tersediaan sarana dan prasarana yang memungkinkan anda untuk bekerja/bersekolah dengan mudah, gratis, dan banyak uang.

Syukurilah kemerdekaan anda. Syukurilah dan berterimakasihlah pada mereka yang memperjuangkan agar negara ini bisa merdeka dan anda bisa hidup bebas seperti saat ini dan mempunyai kesempatan untuk bisa mengejar impian anda. Bersyukurlah. Karena ketika anda tidak bisa melihat dan mensyukuri hidup dan kesempatan anda saat ini, apapun yang terjadi, seberapa kaya, makmur, pandai, dan hebat anda, anda tidak akan pernah merasakan kemerdekaan itu.


BAGIAN 2. INDONESIA

Sering kali saya mendengar anekdot seperti ini, ”Saya cinta Indonesia, tapi … ” Indonesia terlalu bobrok, terlalu parah, terlalu tidak terselamatkan. Pemimpinnya tidak pernah ada yang benar, korup. Antar suku dan agama saling menyerang, saling membunuh. Miskin tingkat parah sampai 7 turunan. ”Saya cinta Indonesia, tapi hal-hal tersebut membuat saya berpikir kembali untuk cinta Indonesia, dan lebih baik saya mengacuhkannya saja”.

Saya bukan seorang ahli kebangsaan ataupun seorang palaentologis yang mempelajari hal-hal serupa. Tapi pada kesempatan ini kembali saya ingin mencoba mempelajari 2 bangsa besar lainnya. Amerika Serikat dan Cina.

a. Amerika Serikat

Amerika Serikat, memerdekakan diri dari kolonialisme Inggris pada 4 Juli 1776, saat ini berusia 234 tahun dengan ratusan mantan presiden. Menjadi negara adidaya di dunia dengan kekuasaannya dalam hampir semua bidang (politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun persenjataan).

Negara hebat? Yes. Saya yakin banyak dari kita yang berimpian untuk bisa kesana dan menjadi warga negara, kalau memungkinkan. Suatu negara dimana hampir semua impian bisa terwujud, dimana nilai kemiskinan dikatakan rendah dan taraf hidup tinggi, dimana pendidikan dan kesehatan dijamin dan ditanggung oleh negara.

Tapi tahukah anda, pada 1861-1865, pada usianya yang ke 85, terjadi perang saudara antara bagian utara dan selatan yang begitu hebat disana? Perang yang sangat menjijikkan karena mereka dituntut untuk berperang bukan untuk memerangi teroris ataupun penjajah, tapi perang untuk memerangi sesama bangsa Amerika. Lebih dari setengah juta orang tewas. Bahkan tidak hanya itu, perbudakan pun (bedakan perbudakan dengan penjajahan) diakui secara hukum disana.

Tahukah juga anda pada 1929-1939 (usia 135 tahun) terjadi juga great depression yang menggoncangkan ekonomi Amerika sampai pada taraf yang menyedihkan, karena tidak hanya mempengaruhi Amerika, tapi juga mempengaruhi seluruh dunia.

Tapi menyerah dan berhenti berharapkah mereka, warga Amerika Serikat? Atau terus memperjuangkan dan percaya atas negara mereka? The answer? Kembali ke pernyataan awal sub bagian ini. Amerika Serikat (saat ini) menjadi negara adidaya di dunia dengan kekuasaannya dalam hampir semua bidang.

b. Cina

Republic of China. Didirikan atas dasar republik pada 1912 dengan presiden pertama Sun Yat Sen, saat ini berusia 98 tahun merupakan salah satu kekuatan dunia terbaru dengan eksploitasi yang sangat luas di bidang budaya maupun sosial ekonomi. Cina dikatakan sebagai kiblat baru (terutama di kalangan asia) sebagai negara adidaya, penyelenggara olympic, bangunan rumit sebagai stadion-stadionnya, revolusi industri (tidak lagi harga murah kualitas jelek, tapi mampu bersaing dengan kualitas eropa). A great country has risen again in the east.

Tapi kembali percayakah anda, pada 1989 (pada usianya yang ke 77) Cina masih menjadi penjagal dunia dengan membunuh 3000 rakyatnya yang memprotes pemerintah di muka media massa internasional di lapangan tianmen. Kekejaman yang mungkin bisa dikatakan moral bangsa yang terkikis habis hanya oleh kekuasaan. Belum lagi di tahun 2000an dimana negara Cina hanya dicap sebagai pemalsu barang dan penyedia barang murah dengan kualitas sekali pakai ganti.

Tapi ratusan juta rakyat Cina tidak gentar akan itu. Tak malu mereka mengakui Cina sebagai asal usul mereka. Dan lihatlah mereka sekarang, kembali bertahta sebagai salah satu negara penguasa dunia.

c. Indonesia

Hancurkah Indonesia? Jelekkah moralnya? Terpurukkah kehidupannya? Maybe yes. Tapi memang harus kita akui bahwa Indonesia pun masih cukup ”muda” di usianya yang baru ke-65 dalam hal kehidupan berbangsa dan bernegara. Masih banyak yang harus diolah dan dikerjakan. Diolah dan dikerjakan dengan dukungan yang tanpa henti dari warga negaranya.

Anda tetap harus mengingat, dikala kita berdiri dimana Indonesia pada awal kemerdekaannya pun sempat menjadi kiblat dunia, terutama di kalangan NEFO (new emerging forces).

Percayalah Indonesia akan kembali berdiri dan tegar menghadapi setiap permasalahan yang ada. Jangan hentikan dukungan anda dalam setiap aspek kehidupan.


BAGIAN 3. PERSATUAN

Masih terngiang di telinga saya, bagian rekaman lama dari pidato Bung Karno, ”Merdeka, merdeka, merdeka untuk selama-lamanya”. Dan kita memang sudah merdeka saat ini. Andapun harus sadar dan bersyukur atas hal itu. Kemerdekaan bukanlah hal yang masih patut lagi untuk dipertanyakan, tetapi memang ada satu bagian yang harus kita pertanyakan, yakni Persatuan Indonesia. Sudahkah kita bersatu?

SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) menjadi isu yang semakin lama semakin banyak memenuhi berita-berita media massa kita. Perseteruan antar suku yang tanpa henti dengan etnik tertentu. Jawa-Tionghoa, Dayak-Madura, Betawi-Pendatang, kerusuhan ambon, aceh. Antar agama saling menjelek-jelekkan, diskusi dunia maya yang tidak membangun tapi malah menjatuhkan, kesaksian-kesaksian rekan yang berpindah agama dan kemudian menyerang agama lamanya. Ditambah pula dengan partai-partai politik yang saling bertentangan, bertujuan merebut kekuasaan. Apa untungnya?

Kembali saya mengutip Bung Karno, ”National unity can only be preserved by something which is larger than the nations itself”. Persatuan nasional hanya bisa diraih dan dipertahankan oleh sesuatu yang lebih besar daripada negara itu sendiri, yaitu Pancasila.

Sungguh betapa banyak suku yang kita punya, betapa banyak bahasa yang kita punya, betapa banyak agama yang kita punya, betapa banyak budaya yang kita punya. Tapi setiap dan masing-masing daripada itu tidak bisa dijadikan sebagai pemersatu bangsa, karena hanya parsial kedudukannya di dalam bangsa kita. Satu-satunya yang memungkinkan sebagai pemersatu itu, adalah Pancasila.

1.         Ketuhanan Yang Maha Esa

2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab

3.         Persatuan Indonesia

4.         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5.         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pertanyaannya sekarang adalah, masihkah saya, anda dan seluruh bangsa ini menjiwai dan mengamalkan pancasila?

I will not judge you, as well as I don’t dare to judge myself. Tapi dari sekian kali pidato dan keterangan kenegaraan pun sudah jarang sekali Pancasila didengungkan oleh pemerintah. Kesuksesan ekonomi, permasalahan pornografi, pengentasan kemiskinan, keberhasilan lembaga pemerintah terus diperdengarkan, tapi jarang sekali Pancasila sebagai ideologi utama kita disebutkan sebagai cara untuk menyelesaikan segala permasalahan yang muncul.

Apakah disengaja atau tidak, mungkin saya tidak berani berasumsi, tapi dengan terus diamandemennya (sampai 4 kali jika saya tidak salah) UUD ’45 kita sebagai dasar hukum tertinggi kedua di Indonesia, mungkin tidak ada salahnya saya sedikit khawatir bahwa ideologi kita pun mungkin bergeser.

Saya masih ingat beberapa tahun yang lalu di pendidikan menengah pertama saya, ketika P4 (walaupun banyak pihak dan orang tua yang beranggapan sudah tidak jamannya) diberlakukan sebagai ospek wajib. Membosankan, tidak jelas, tapi bagaimanapun juga berhasil menanamkan rasa dan jiwa Pancasila.

Apakah manusia Indonesia yang saat ini berusia 8-17 tahun masih hapal dengan Pancasila dan mengerti sila-silanya? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Tapi ketakutan terbesar bukanlah sekedar mereka tidak hapal akan sila-sila Pancasila, tetapi lebih jika generasi muda kita tidak lagi menganggap dan mengerti tentang Pancasila sebagai dasar ideologi kita, apakah mereka nantinya akan berontak semisal ideologi tersebut berubah menjadi yang lain? Dan jikalau ideologi tersebut berubah, dan tidak ada lagi Pancasila, apakah yang layak menggantikan Pancasila, sebagai suatu hal yang “larger than the nations itself” yang bisa mempersatukan Indonesia?

This is where you should come in. Berhentilah mempertanyakan tentang arti kemerdekaan bagi diri anda sendiri, tapi perjuangkanlah kemerdekaan dan persatuan itu, agar Indonesia kembali bisa berdiri tegak di dunia.

Akhir kata dalam tulisan ini, Bung Karno berkata “Merdeka, merdeka, merdeka untuk selama-lamanya”. Ya, kita sudah merdeka. Dan sekaranglah saatnya aku katakan pada anda semua, apapun suku anda, apapun agama yang anda anut, apapun bahasa daerah yang anda ucapkan “Bersatu, bersatu, bersatulah untuk selama-lamanya, demi Indonesia”.

=======================================================================

Permalink Leave a Comment